Guru

Saat duduk di bangku SMU, saya pernah punya seorang guru yang cukup revolusioner. Dia guru yang jauh dari kata konvensional; baik dari cara mengajar dan bergaul dengan murid-muridnya.

Namanya adalah Tri Joko H (duh, saya lupa ini huruf H singkatan apa :D). Biasa dipanggil Pak TJ. Dia mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Dia adalah orang yang membuat nama Pramoedya Ananta Toer terdengar oleh telinga saya. Dia mengenalkan nama tokoh Raden Tirto Adhi Soerjo serta mengaitkannya dengan konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Bukan sesuatu yang luar biasa pada saat ini barangkali. Tapi bayangkan hal itu terjadi pada tahun 1998.

Memang benar Soeharto sudah tidak lagi jadi Presiden RI. Namun kekuatan rezim Si Mbah ini belum lagi runtuh sepenuhnya (memang pernah runtuh ya?). Buku-buku Pram secara resmi masih dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung. Selama rezim Orba, kata Pak TJ, buku itu beredar di bawah tanah.

Orang-orang masih terlalu takut untuk membaca buku-buku Pram. Takut tiba-tiba nanti diciduk aparat, lantas dituduh sebagai komunis. Sebuah hal yang pasti ingin dihindari siapapun kala itu.

Dari situlah, saya tahu tentang Pram dan kemudian mulai mencari tahu lebih banyak. Saya mulai ngeh siapa itu Pram dan mulai membaca karya-karyanya. Dan seperti orang-orang lain, siapa sih yang tidak mengakui bahwa karya Pram memang luar biasa?

Ada beberapa lagi cerita tentang Pak TJ yang fragmen-fragmennya terlintas samar-samar di kepala saya saat ini. Maklum, sudah satu dekade terlewat.

Tentu saja, Pak TJ bukanlah satu-satunya guru yang menorehkan kesan istimewa kepada saya. Guru-guru yang telah membimbing saya semenjak TK, SD, SMP, SMA (tak dilupakan pula para dosen di bangku kuliah), semuanya punya arti masing-masing bagi saya. Tak saya ceritakan bukan berarti mereka tak spesial.

Guru yang baik dan sabar dalam mengajar, guru yang galak dan penuh disiplin atau guru yang jadi ‘musuh bebuyutan’ semasa sekolah, semuanya punya tempat khusus di hati saya.

Note:
Postingan ini adalah untuk memperingati Hari Guru yang jatuh pada hari ini, 25 November. Sebuah hari yang barangkali takkan pernah bisa diperingati dengan sama gempitanya dengan Hari Kemerdekaan, Hari Pahlawan atau bahkan Hari Kesaktian Pancasila. Padahal, tanpa guru kita bukanlah siapa-siapa.

Terimakasih kepada rekan Zen, seorang mantan calon guru (hahahaha) yang sudah mengingatkan tentang Hari Guru ini. Simak juga posting Pito.

23 respons untuk ‘Guru

  1. di luar fitnah soal “mantan calon guru”, saya senang dirimu masih menyempatkan diri mengenang guru terbaikmu. guru2 macam itu pantas di beri tempat khusus dalam ingatan kita.

  2. guruku ada yg mengidolakan pram… ada juga yg mengidolakan mohammad natsir… sama2 tokoh yg dicoret jaman orba dan orla… kedua guruku itu juga berseberangan seperti tokoh idola mereka… lucunya, guru yg mengidolakan pram anaknya ngaji sama guru yg mengidolakan mohammad natsir…. sebagaimana pram mengirimkan anaknya ngaji sama natsir… 🙂

  3. Ping-balik: 3 « Untitled
  4. jadi, sampeyan sudah sungkem sama guru – guru mu dulu ????

    ato masih ingin “bertempur” dengan guru “musuh bebuyutan” situ ??

  5. Wah, pak TJ sangar ya…

    Guru les kimia-ku jaman SMU juga hebat. Dari awalnya membenci kimia, dua orang teman lesku akhirnya masuk jurusan Kimia dan satu orang masuk Teknik Lingkungan. Gara-gara dia tuh…

Tinggalkan komentar